Lanjut ke konten
3 November 2011 / ilm4a7eng

PERAN PKn DALAM MANANGGULANGI PERGESERAN NILAI MORAL


BAB 1
LATAR BELAKANG

Sering kita temui peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan kemerdekaan dan demokrasi, banyak perhelatan demokrasi di negara yang katanya merdeka ini, namun apakah demokrasi yang berlangsung selama ini sudah memenuhi syarat-syarat pelaksanaan demokrasi. Banyak pertentangan terhadap pelaksanaan demokrasi di negara ini, karena masih banyak kesimpangsiuran tentang demokrasi itu sendiri. Ternyata sudah banyak usaha yang telah dilakukan oleh badan-badan yang berwenang untuk melakukan pendidikan demokrasi baik melalui jalur pendidikan formal maupun nonformal. Banyak, diperbincangkan lewat tulisan di media massa maupun forum-forum diskusi dan seminar. Bahkan uji coba pendidikan demokrasi yang dimodifikasi dalam bentuk civic education (pendidikan kewarganegaraan) telah mulai dilakukan di tingkat sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan perguruan tinggi. Sementara pendidikan demokrasi lewat jalur informal sudah banyak diprakarsai oleh organisasi – organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah serta ormas keagamaan sejenis lainnya. Tetapi kenyataannya masih menyimpang dari nilai-nilai luhur Pancasila. Lantas pertanyaannya, masih perlukah pendidikan kewarganegaraan diberikan kepada peserta didik? Jawabannya tentu masih dan sangat penting, karena saat ini, Indonesia dihadapkan pada tiga permasalahan utama, antara lain : tantangan dan mainstream globalisasi, permasalahan-permasalahan internal seperti korupsi, separatisme, disintegrasi dan terorisme dan yang terakhir penjagaan semangat reformasi tetap berjalan pada jalurnya.
Fenomena ini tidak lepas dari pengaruh trend civic education di negara-negara yang telah maju dalam berdemokrasi seperti Amerika, Inggris, Australia, dan negara-negara di Eropa. Gejala ini setidaknya merupakan indikator akan semakin besarnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya demokrasi sebagai sebuah nilai dan mekanisme hidup bersama sesama warganegara. Sejalan dengan momentum transisi menuju demokrasi seperti ini dianggap sebagai kesempatan paling baik untuk membangun demokrasi di Indonesia. Bagaimana untuk membenahi semua ini?, inilah yang menjadi PR pemerintahan dan rakyat Indonesia.
Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi masyarakat. Malcolm Waters (Tilaar: 1997) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses globalisasi, yaitu: globalisasi ekonomi, globalisasi politik, dan globalisasi budaya. Globalisasi yang merupakan universalisasi nilai-nilai menyebabkan kearifan lokal menjadi luntur. Hal ini menyangkut dengan moral bangsa yang juga akan terpengaruh dengan moral luar yang tentunya akan lebih kuat mempengaruhi karena dalam globalisasi, negara-negara majulah yang akan menguasai.
Dalam rangka pembangunan untuk meningkatkan daya saing, diperlukan suatu bentuk moral yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa dan falsafah hidup timur yang termahsyur dengan sopan santun dan keramahtamahannya. Hal yang semacam inilah yang perlu dimiliki mahasiswa. Tetapi dalam kenyataannya sebagian mahasiswa juga telah kehilangan moral.
Mahasiswa adalah sosok warga negara yang memiliki tanggung jawab penuh akan dibawa kemana negeri ini dibawa berlari. Apakah menuju kebangkitan yang begitu saat ini begitu santer digalakkan atau justru menuju keterpurukan. Analisa dari kebangkitan dan keterpurukan di masa depan berkaitan erat dengan kondisi agen of change saat ini. Agen of change yang dimaksud adalah para mahasiswa.
Moralitas mahasiswa merupakan unsur penting dalam proses sejauh mana mahasiswa berperan dalam pembangunan untuk menyambut kebangkitan. Moralitas dalam kajian ini tidak hanya berkaitan dengan salah satu nilai religi (agama Islam-akhlak) saja, melainkan secara umum.
Untuk itu dalam mengaplikasikan nilai-nilai moral muncul pertanyaan, apa sebenarnya moral itu, apa yang menyebabkan kemerosotan moral, bagaimanakah kondisi kemerosotan moral mahasiswa di Indonesia saat ini, dan bagaimana cara memperbaiki dan menjaga moral mahasiswa?
Mahasiswa sebagai generasi dimana atap bangsa akan didirikan harus memiliki moralitas tinggi agar dapat menjadi filter bagi pengaruh buruk dari globalisasi. Oleh karena itu, mahasiswa perlu tahu pengertian tentang moral, tahu penyebab merosotnya moral, tahu kondisi moral saat ini, dan tahu cara memperbaiki dan menjaga moral mereka.

BAB II
RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu pendidikan?
2. Apa itu nilai?
3. Apa itu pendidikan nilai?
4. Apa itu moral?
5. Apasajakah penyebab merosotnya moral?
6. Bagaimana peran PKn dalam menanggulangi pergeseran moral?
Berkembangnya paham evolusi Darwinisme yang memandang semua hal termasuk nilai/moral adalah berubah. Jadi tidak ada yang abadi dalam kehidupan ini termasuk nilai. Berkembangnya aliran positivisme radikal yang membedakan secara tegas antara fakta (teramati) dan nilai (tidak terukur) sehingga nilai adalah relatif dan privat. Berkembanganya personalisme yang mengagungkan kebebasan, hak dan otonomi individu. Sebagai akibatnya terjadi delegitimasi otorias moral baik dari pihak keluarga, sekolah, lembaga agama dan negara
Tumbuhnya gagasan pluralisme yang bersifat pengakuan terhadap perbedaan termasuk perbedaan nilai yang dianut.Menguatnya sekulerisme, yang mana gagasan pendidikan nilai melanggar pemisahan antara lembaga agama dan negara (Thomas Lickona : The Return of Character Education, 1993)
10 TANDA KEMUNDURAN BANGSA:
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja.
2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk.
3. Pengaruh peer group yang kuat dalam tindak kekerasan.
4. Meningkatnya perilaku yang merusak diri seperti narkoba, sex bebas dan alkohol.
5. Kaburnya pedoman moral baik dan buruk.
6. Penurunan etos kerja.
7. Rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru.
8. Rendahnya rasa tanggungjawab baik sebagai individu dan warganegara.
9. Ketidakjujuran yang telah membudaya.
10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama (Thomas Lickona)

BAB III
PEMBAHASAN

Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, yaitu menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (KH Dewantoro)
Intisari atau eidos dari pendidikan ialah pemanusiaan manusia-muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani, itulah yang menjelma dalam semua perbuatan mendidik, yang jumlah dan macamnya tak terhitung (Driyarkara)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No 20 tahun 2003)
Pendidikan dapat dipandang dalam arti luas dan dalam arti teknis
Dalam artinya luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa (mind), watak (character), atau kemampuan fisik (physical ability) individu.
Pendidikan dalam artian ini berlangsung terus (seumur hidup). Kita sesungguhnya belajar dari pengalaman seluruh kehidupan kita
Dalam arti teknis, pendidikan adalah proses dimana masyarakat, melalui lembaga-lembangan pendidikan (sekolah), dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya, yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan dari generasi ke generasi.
Nilai dalam bhs Inggris value, atau valere (bhs. Latin) yg bermakna harga
Sesuatu yang bernilai berart sesuatu itu berharga. Penghargaan/kualitas thd suatu hal yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku manusia karena sesuatu itu Menyenangkan (peasent), Berguna (useful), Memuaskan (satifing), Menguntungkan (profitable), Menarik (interesting), Keyakinan (belief)
Contoh nilai :
keadilan,
kejujuran,
tanggung jawab,
keindahan,
kerapian,
keamanan,
keharmonisan, dst
Karakteristik nilai :
realitas abstrak,
normatif,
berfungsi sebagai daya dorong manusia
Mozaik nilai
Ragam nilai meliputi : klasifikasi nilai, kategori nilai dan hierarki nilai
Klasifikasi nilai : nilai instrumental dan nilai terminal (means values & end values); nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik; nilai personal dan nilai sosial; nilai subyektif dan nilai obyektif; nilai-nilai nurani (values of being) dan nilai-nilai memberi (values of giving)
Kategori nilai: nilai teoritik, nilai ekonomis, nilai estetik, nilai sosial, nilai agama, nilai politik
Hierarki nilai : nilai kenikmatan-nilai kehidupan-nilai kejiwaan-nilai kerohanian (Max Scheller); nilai inti-nilai sekuler-nilai operasional (James Lipman); nilai dasar-nilai instrumental-nilai praksis (Filsafat Pancasila)
Kategori nilai dasar : nilai logis, nilai estetis, nilai etis (kebenaran, keindahan, kebaikan)
Nilai dan Pendidikan
Nilai adalah jantungnya pendidikan
Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah ketercapaian suatu nilai
Tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (ps 3 UU No 20 th 2003)
Tujuan pendidikan kita didominasi oleh nilai etis (moral) daripada rasional dan keindahan, namun dalam praktek internalisasi nilai etis kurang dibanding nilai rasionalitas.
Pendidikan Nilai
Dalam arti luas : bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan melalui proses internalisasi nilai dan pembiasaan bertindak.
Dalam arti sempit: bimbingan kepada peserta didik akan aspek /ranah/domain afektif.
Pendidikan nilai dimaknai pula sebagai pendidikan afektif, pendidikan akhlak, pendidikan watak, pendidikan budi pekerti, pendidikan karakter, pendidikan kesusilaan, pendidikan moral.
Tujuan pendidikan nilai : 1) menerapkan pembentukan nilai pada anak, 2) menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai, 3) membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai (UNESCO, 1994).
Pendidikan Nilai
Mengapa nilai kebaikan harus dibina dan dibimbing?
Karakter yang baik adalah lebih patut dipuji daripada bakat yang luar biasa. Hampir semua bakat adalah anugerah. Karakter yang baik adalah sebaliknya, tidak dianugerahkan kepada kita. Kita harus membangunnya sedikit demi sedikit- dengan pikiran, pilihan, keberanian dan usaha keras (John Luther)
Sesungguhnya semua manusia memiliki suara hati / kata hati/ suara batin/ hati nurani/ hati kecil yang mengajak kebaikan
Manusia diberi potensi baik dan buruk (jalan ketagwaan dan jalan keburukan) tergantung manusia itu sendiri mengusahakannya (QS Asy Syams; 7-10)
Moral
Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin “mores” yang memiliki arti adat kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Poespoprodjo, 1989; BP-7, 1993; Soegito, 2002).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk, berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Menurut Driyarkara, moral atau kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia. Dengan kata lain moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau tuntunan kodrat manusia (Driyarkara, 1966: 25).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moral atau kesusilaan adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.
Penyebab Merosotnya Moral
Kemerosotan moral banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dalam masyarakat sekitarnya. Lingkungan sosial yang buruk adalah bentuk dari kurangnya pranata sosial dalam mengendalikan perubahan sosial yang negatif. Seperti yang kita ketahui bahwa sebagian besar mahasiswa adalah anak kost yang tentunya jauh dari pengawasan orang tua. Mayoritas kost memang memiliki penjaga, atau yang disebut induk semang. Namun, ada pula yang tidak disertai penjaga. Lingkungan seperti ini menyebabkan munculnya rasa bebas bertindak dari mahasiswa yang kost tersebut.
Dunia malam yang mayoritas dinikmati mahasiswa menimbulkan masalah yang begitu kompleks, seperti narkoba, alkhohol, seks bebas, hingga merembet ke kriminalitas. Hampir setiap malam diskotik-diskotik dipenuhi pengunjung, dan sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa.
Pada kondisi budaya yang dapat dibilang tidak baik, para remaja mudah sekali terpengaruh oleh hal-hal yang baru. Sebagai contoh adalah video porno. Memang sepertinya tidak etis apabila kita menyebut video porno adalah sebuah kebudayaan. Karena pada intinya kebudayaan adalah sesuatu karya manusia yang berguna bagi manusia. Untuk kasus video porno ini dapat dikatakan sebagai budaya yang enyimpang.
Hal ini terjadi karena pengaruh media melalui tayangan-tayangan yang vulgar dan cenderung untuk lebih mengarahkan konsumennya ke arah pornografi dan pornoaksi. Tidak heran bila eksploitasi bentuk tubuh baik wanita maupun pria (terutama dari kalangan wanita) selalu menjadi ukuran dalam segala hal. Tidak sulit saat ini untuk mendapatkan gambar-gambar yang mempertontonkan bentuk tubuh lewat majalah atau harian porno, menonton adegan-adegan kotor lewat VCD Porno, HP juga menjadi alat penyebar pornoaksi, penampilan iklan yang menunjukkan kemolekan tubuh. Pelayanan seks lewat telepon juga marak diiklankan dengan bebas dan amat vulgar.
Rusaknya moral via media juga tidak selalu berhubungan dengan pornografi dan pornoaksi, tetapi juga berupa program yang menunjukan sarkasme dan kriminalisme. Secara tidak langsung, tayangan ini terinternalisasi ke dalam diri penontonnya. Sebagai contoh dari akibat dari hal ini adalah kasus perkelahian mahasiswa yang kerap terjadi. Penyebab umumnya adalah karena hubungan percintaan dan minuman keras.
Secara garis besar, penyebab dari rusaknya moral generasi muda intelektual adalah sebagai berikut: Tidak adanya pengawasan langsung dari pihak yang tepat. Lingkungan sosial-budaya yang tidak sehat. Tayangan media massa yang tidak baik, kurangnya pendidikan mengenai moral hinga tidak adanya kesadaran dari para mahasiswa untuk memiliki ketahanan diri sebagai filter dari hal-hal yang negatif.
Demoralisasi Mahasiswa Saat Ini
Era modern ditandai dengan berbagai macam perubahan dalam masyarakat. Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek), mental manusia, teknik dan penggunaannya dalam masyarakat, komunikasi dan transportasi, urbanisasi, perubahan-perubahan pertambahan harapan dan tuntutan manusia . Semuanya ini mempunyai pengaruh bersama dan mempunyai akibat bersama dalam masyarakat, dan inilah yang kemudian menimbulkan perubahan masyarakat.
Perubahan ini sampai mengarah kepada perubahan mentalitas (moral). Khususnya, di kalangan generasi muda (dalam hal ini mahasiswa) telah terlihat adanya pergeseran nilai dan kecendrungan-kecendrungan pada aspek tertentu. Sangat disayangkan, era modern hanya ditandai dengan gaya hidup yang serba hedonistis (keduniawian) dan budaya glamour (just for having fun). Perilaku moral generasi muda telah melampaui batas-batas norma. Potret buram generasi muda hari ini: mabuk-mabukkan, berlagak preman (premanisme), penganut seks bebas (free sex), tawuran antar pelajar, terlibat narkoba, dan lain sebagainya. Kondisi inilah yang disebut demoralisasi, yaitu proses kehancuran moral generasi muda.
Akhir-akhir ini permasalahan seks bebas di kalangan mahasiswa semakin memprihatinkan, terutama yang kurang baik taraf penanaman keimanan dan ketaqwaannya. Beberapa kasus video porno pasangan mahasiswa yang merebak di internet membuktikan bahwa moral adalah sebuah hal yang tidak cukup penting untuk dipahami dan dilaksanakan oleh sebagian mahasiswa.
Kemudian kasus pencurian telepon genggam oleh mahasiswa yang ketika ditanya, ia mengaku butuh uang untuk membeli narkoba. Kemudian kasus lainnya beberapa mahasiswa di salah satu universitas negeri di Semarang tertangkap basah sedang mesum di lingkungan kampus. Dan banyak contoh kasus lain perilaku amoral mahasiswa yang kerap terjadi di Indonesia ini.
Sebuah kasus yang menunjukan begitu rentannya pelajar dan mahasiswa mengalami kerusakan moral adalah di Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa sekitar 80% mahasiswi di sana telah kehilangan keperawanan. Dari hal ini, kita mengetahui bahwa hampir tidak dapat dipisahkan antara kaum muda intelek dengan pergaulan bebas.
Kondisi ini juga berimbas terhadap down-nya mental generasi muda. Gejalanya bisa dilihat dari pesimisme generasi muda baik dalam mengeluarkan ide/gagasan ataupun dalam menyikapi perkembangan. Tidak jarang ditemukan mahasiswa yang minder sendiri karena ketidakmampuannya mengoperasikan teknologi informasi, seperti: komputer ataupun internet atau juga mahasiswa yang terganggu mentalitas kejiwaannya karena tidak sanggup berhadapan dengan kompleksitas persoalan hidup.
Telah terjadi pergeseran nilai hidup dari sebagian mahasiswa dari menuntut ilmu dan berkarya ke menikmati hidup dan menikmati karya. Dengan kata lain kurangnya internalisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi di kalangan mahasiswa. Imbasnya, mahasiswa lebih suka berdemo menuntut pemerintah membatalkan kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat daripada berkarya untuk mengatasi tantangan yang dapat berguna bagi rakyat. Seharusnya mahasiswa yang kreatif dan bermoral tinggi memiliki kepekaan yang lebih berupa tindakan nyata dan langsung sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Demonstrasi yang akhir-akhhir ini kerap terjadi hampir selalu berakhir dengan bentrokan. Bentrokan juga merupakan suatu bentuk dari tindakan amoral karena bertujuan untuk menyakiti musuhnya. Di lain waktu juga terlihat amoralitas mahasiswa dimana mahasiswa tidak memiliki rasa hormat terhadap orang lain ketika membakar foto Presiden.
Ini adalah potret buram betapa negeri ini masih perlu untuk belajar berdemokrasi dengan bijak. Tidak semata-mata atas nama hak asasi manusia setiap orang boleh melakukan apa saja yang ia ingin ia lakukan. Nilai-nilai Pancasila yang luhur merupakan ajaran moral yang mendasar dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Tetapi pada kenyataannya saat ini Pancasila justru banyak dipertanyakan relevansinya dalam era moderenitas-globalisasi.
Pada hakikatnya ajaran moral Pancasila meliputi segala bidang, dari agama, sosial-budaya, politik, hankam, pendidikan serta ekonomi. Namun, jauhnya relasi antara warga dengan Pancasila ini telah menimbulkan masalah moral yang juga begitu kompleks di segala bidang. Dalam hal ini, yang penulis soroti adalah bidang pendidikan. Kondisi pendidikan kita saat ini jauh dari upaya untuk menjaga atau memperbaiki moral. Di dunia sekolah pada kurikulum 1984, terdapat mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang memiliki esensi sebagai peljaran moral yang berdasar Pancasila. Namun, pada kurikulum 1994 pelajaran ini dihapuskan dan diganti dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dengan maksud untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, sementara itu pendidikan tentang moral masuk ke dalam Pendidikan Agama yang pada penerapannya lebih pada kehidupan beragama itu sendiri. Dan setelah itu, pada kurikulum 2004 PPKn juga diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan saja tanpa Pancasila. Secara otomatis nilai-nilai moral yang ada dalam Pancasila tidak lagi dipelajari dan ditanamkan pada diri siswa.
Di dunia perguruan tinggi moral bahkan tidak pernah disosialisasikan kepada mahasiswa secara formal atau masuk ke dalam mata kuliah secara khusus. Moral tersubstansi dalam MPK yaitu mata kuliah pengembangan kepribadian meliputi Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama. Hal ini cenderung membuat mahasiswa kurang memahami pentingnya moral dalam kehidupan akademis mereka maupun sebagai aplikasi di masyarakat kelak.
PERAN PKn DALAM MENANGGULANGI PERGESERAN MORAL
Kompleksitas demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan solusi yang tepat agar kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga. Mahasiswa adalah agen pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut. Rusaknya moral butuh penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya, agama, pendidikan, serta politik dan hukum.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara positif. Dan bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang berfungsi positif dalam proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral. Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani. Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral. Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai dasar berperilaku akademis
Secara konseptual, pendidikan kewarganegaraan adalah suatu bentuk pendidikan yang memuat unsur-unsur pendidikan demokrasi yang berlaku universal, di mana prinsip umum demokrasi yang mengandung pengertian mekanisme sosial politik yang dilakukan melalui prinsip dari, oleh dan untuk warga negara menjadi fondasi dan tujuannya. Pengajaran pendidikan kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah implementasi dari UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 9 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan di Indonesia Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Dengan adanya Undang-Undang ini diharapkan tidak disalahgunakan untuk kepentingan golongan atau kelompok tertentu dan tentunya dapat memberikan manfaat baik peserta didik maupun seluruh lapisan masyarakat dan semua instansi dan jajaran pemerintahan.

Pendidikan kewarganegaraan menurut BSNP adalah mata pelajaran yang mengfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk mennjadi warganegara indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan karakter sudah diajarkan melalui ketauladanan di sekolah. Bahkan sudah dimasukkan dalam kurikulum mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Beragam model pendidikan ini sudah dilakukan dengan beragama nama yaitu Civic, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan sekarang pendidikan kewarganegaraan
Pendidikan karakter yang diajarkan PKn adalah bagaimana menjadi warga negara baik yang bersifat pasif dan aktif. Sayangnya pelaksanaan hal ini tidak dilaksanakan secara baik. Pada era Orde lama orientasi pendidikan karakter lebih menekankan pada kecintaan pada negara secara membabi buta. Pada masa Orde Baru Pendidikan Panasila dan kewarganegaraan dijadikan sebagai alat indoktrinasi penguasa waktu itu. Penanaman nilai-nilai P4 dab BP 7 pada waktu itu hanya menciptakan partisipasi warga negara secara pasif terhadap status quo.
PKn telah mengajarkan baik secara kognitif, afektif dan psikomotor dalam penerapan pembelajaran karakter yang diharapkan pada warga negara. Pendidikan ini mempunyai tujuan untuk menciptakan warga negara yang baik. Menciptakan karakter yang baik warga negara. Penanaman nilai ideologi Pancasila, Politik dan hukum baik dalam dalam level lokal, nasional maupun dalam konteks global. Sayangnya formula ini belum menunjukkan hasil signifikan karena makin carut marutya karakter buruk sebagian warga negara.
Penjabaran PKn oleh BSNP itu bukan semata-mata hanya untuk wacana saja, tetapi juga memiliki tujuan yang berfokuskan pada peserta didik agar mereka memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan masyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat indonesia agar hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan tegnologi informasi dan komunikasi.
Politik dan hukum menyangkut kebijakan penguasa atau pemerintah. Pemerintah seharusnya berperan aktif dalam upaya perbaikan moral. Peran aktif tersebut dapat berupa program-program penyuluhan atau bimbingan. Lalu hukum yang tegas dan adil harus ditegakan untuk memberikan efek takut bagi yang belum melanggar dan efek jera bagi yang sudah dihukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dasar solusi dalam upaya perbaikan moral. Solusi-solusi tersebut yaitu:
• Kualitas keimanan. Sebagai umat beragama, mahasiswa harus memiliki keimanan yang teguh sebagai pegangan dalam berperilaku yang positif. Karena setiap agama pasti memiliki nilai-nilai moral yang luhur dan arif.
• Kualitas keilmuan. Mahasiswa di negeri ini harus memiliki intelegensi agar tidak mudah dibodohi oleh kebudayaan asing yang buruk. Selain itu agar mahasiswa memiliki kemampuan yang prima tekait bidang teknologi dan informasi. Dengan itu secara otomatis akan memunculkan kondisi moral yang baik pula.
• Kualitas keamalan. Mahasiswa harus memiliki etos kerja yang tinggi. Yang juga akan menjauhkan mereka dari kegiatan yang kurang bermanfaat.
Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun untuk masa depan kelak. Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman keras, narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain. Semua hal tersebut ditandai dengan budaya hura-hura, mengutamakan duniawi dan konsep just for having fun.
Implementasi solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan yang terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka berkarya untuk masyarakat

BAB IV
KESIMPULAN & SARAN

Kesimpulan
Berbagai masalah yang ada diatas memperlihatkan masih perlunya dilaksanakan pendidikan kewarganegaraan (civic education) dari tingkat Sekolah Dasar yang dikenal dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) hingga tingkat Perguruan Tinggi. Tetapi bagaimana pelaksanaannya yang tepat supaya tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan itu tercapai, itulah yang menjadi tugas kita para mahasiswa calon guru yang akan terjun langsung dan sebagai pelaksana pembelajaran PKn itu sendiri. Banyak hal yang bisa kita lakukan, misal melakukan pembenahan kurikulum pendidikan kewarganegaraan yang bisa mendekatkan dirinya dengan realitas harian, contoh : seorang anak diajarkan untuk menghormati hak-hak warga negaranya,dll. Hal ini tidak lepas dari peran negara yang harus bisa menampilkan dirinya sebagai sosok yang kuat yang bisa melindungi hak-hak warga negara dan mengusahakan kemakmuran bagi warganya, baik di bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.
Saran
Kita bisa mengusahakan memberikan pengalaman pembelajaran yang berorientasi humanistik, ini bisa membuat peserta didik menemukan jati dirinya sebagai manusia yang sadar akan tanggung jawab individu dan sosial. Oleh karena itu, tugas para pendidik, pembuat kebijakan dan anggota civil society lainnya adalah mengkampanyekan pentingnya pendidikan kewarganegaraan kepada seluruh lapisan masyarakat dan semua instansi dan jajaran pemerintahan.
Dengan pembelajaran yang benar akan terbentuk warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politikkebangsaan dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa serta membangun kesadaran peserta didik akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakannya secara demokratis dan beradab.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Hakim, Suparlan. 2002. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT), P3G, Dirjen Dikdasmen.
Ali, Muhamad. 2003. Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan Menjalin Kebersamaan. Jakarta. Penerbit Buku Kompas.
Irawan, Prasetyo; Suciati; IGK Wardani. 1996. Teori Belajar, Motivasi dan Keterampilan Mengajar. Jakarta. PAU-UT.
Joni, Raka, T. 1980. Strategi Belajar-Mengajar Suatu Tinjauan Pengantar. Jakarta. P3G. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural. Yogyakarta. LKiS.
Sumpeno, W. 1996. “Orientasi Pendidikan Politik dalam Membina Nilai-nilai Moral”. Dalam Mimbar Pendidikan. Bandung. Jurnal Pendidikan No. 4 Tahun XV

Tinggalkan komentar